Jumat, 02 Oktober 2009

Fotogrametri

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada era pembangunan ini, diberbagai bidang perencanaan dan pengembangan wilayah perlu disiapkan tenaga teknisi, analisis dan pengelola di bidang pengolahan data dan informasi kebumian, yang mampu menangani data informasi (numeric dan spasial), menganalisis, melakukan control aktivitas manusia, dan mampu membuat perencanaan kegiatan. Tuntutan terhadap spesifikasi berbagai keahlian ini menimbulkan aktivitas yang disebut pengembangan sumber daya manusia. (Dulbahri, 1995 dalam Hartono, 2004).
Pada era informasi seperti sekarang ini, perkembangan teknologi PJ dan SIG semakin pesat. Perkembangan tersebut ditandai oleh perkembangan sensor (kamera, scanner, hingga hyperspectral). Pengelolaan dan penanganan data, maupun keragaman aplikasinya. (Hartono, 2004). Salah satu aplikasi dari penginderaan jauh dalah pada bigang ilmu fotogrametri. Fotogrametri ialah ilmu, seni dan teknologi untuk memperoleh ukuran terpercaya dari foto udara. (Kiefer, 1993).
Dari pengertian tersebut obyek yang dikaji adalah kenampakan dari foto udara dengan menginterpretasinya menggunakan sistem penginderaan jauh. Akan tetapi analisis fotogrametri dapat berkisar dari pengukuran jarak, luas dan elevansi dengan alat atau teknik, sampai menghasilkan berupa peta topografik. (Kiefer, 1993).
Aplikasi fotogrametri yang paling utama ialah untuk survey dan kompilasi peta topografik berdasarkan pengukuran dan informasi yang diperoleh dari foto udara atau citra satelit. Meskipun fotogrametri merupakan sebagian dari kegiatan pemetaan, tetapi ia merupakan jantung kegiatan tersebut karena fotogrametri merupakan cara deliniasi yang aktual atas detil peta.
Kegiatan fotogrametri berupa pengukuran dan pembuatan peta berdasarkan foto udara. Karena yang diukur berupa obyek-obyek yang tergambar pada foto udara. Perlu pula pengenalan atas obyek-obyek tersebut. Oleh karena itu dalam fotogrametri juga dipelajari pengenalan obyek yang lazimnya termasuk interpretasi
foto udara. Alat pengukuran dan pengenalan obyek, pengukuranlah yang menjadi tujuan utama. (Sutanto, 1983).
Dalam praktikum ini, penulis mencoba melakukan interpretasi foto udara dalam kajian fotogrametri dengan mengambil 5 obyek yang nampak pada foto udara. Obyek tersebut akan diukur sehingga menemukan luas dari masing-masing obyek. Adapun foto udara yang diinterpretasi adalah foto udara inframerah berwarna semu skala 1 : 30000 di daerah Kaldera Beratan Purba, Danau Buyan , Pancasari-Buleleng.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari diadakan praktikum ini yaitu :
1.2.1. Agar mahasiswa mampu memahami dan dapat mengaplikasikan Fotogrametri.
1.2.2. Agar mahasiswa mampu menginterpretasi obyek-obyek yang tampak pada foto udara/citra.
1.2.3. Agar mahasiswa mampu mengukur luas pada masing-masing obyek yang tampak pada foto udara dan mahasiswa dapat membuat peta tematik penggunaan lahan dari interpretasi foto udara.
1.3. Metode
Adapun metode yang digunakan dalam pratikum ini yaitu :
• Metode Observasi
Metode observasi adalah suatu metode dengan melakukan observasi langsung ke lapangan. Adapun yang diobservasi adalah fenomena-fenomena yang tampak pada foto udara.
• Metode Kepustakaan
Metode kepustakaan yaitu metode yang penulisannya bersumber dari berbagai sumber pustaka, diantaranya berupa buku-buku, peta, maupun literatur yang terkait dengan masalah ini. Selain itu juga metode ini mempunyai fungsi ganda yaitu memudahkan dan memperluas wawasan tentang masalah yang akan dikaji, kemudian merupakan sumber terlengkap dari perbandingan data di lapangan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kajian Fotogrametri
Fotogrametri berasal dari kata Yunani yakni dari kata “photos” yang berarti sinar, “gramma” yang berarti sesuatu yang tergambar atau ditulis, dan “metron” yang berarti mengukur. Oleh karena itu “fotogrametri” berarti pengukuran scara grafik dengan menggunakan sinar. (Thompson, 1980 dalam Sutanto, 1983). Dalam manual fotografi edisi lama, fotogrametri didefinisikan sebagi ilmu atau seni untuk memperoleh ukuran terpercaya dengan mengguanakan foto.
Di dalam manual edisi ketiga, definisi fotogrametri dilengkapi dengan menambahkan interpretasi foto udara kedalamnya dengan fungsi yang hampir sama kedudukannya dengan penyadapan ukuran dari foto. Setelah edisi ketiga pada tahun 1996, definisi fotogrametri diperluas lagi hingga meliputi penginderaan jauh. (Sutanto, 1983).
Dalam kajian fotogrametri dimaksud di sini adalah fotogrametri dalam arti terbatas yaitu : fotogrametri sebagai dasar untuk interpretasi foto udara vertical karena foto udara vertical merupakan foto yang terbanyak digunakan dalam interpretasi foto udara.
Foto udara vertical dibuat dengan sumbu kamera tegak lurus terhadap bidang referensi yaitu bidang datar yang merupakan ketinggian rata-rata daerah yang dipotret, atau daerah yang sempit dengan arah grafitasi.
2.2. Kajian Pengukuran Luas Obyek.
Luas suatu obyek dapat diukur langsung pada ortofoto, akan tetapi tidak diukur pada foto udara bila dikehendaki ketelitian yang tinggi. Bila tidak ada ortofoto pengukuran luas seyogyanya dilakukan pada peta planimetrik hasil interpretasi foto udara. Semakin kecil skala citra, maka ketelitian pengukuran luasnya semakin menurun.
Pengukuran luas dapat dilakukan dengan cara sederhana, cara mekanik, dan cara computer. Cara sederhana ini meliputi antara lain cara bujur sangkar (square method), cara strip (strip method), cara transek (transec Method), dan cara grid titik
(dot grid method). Cara mekanik dilakukan dengan planimeter, dan cara mutakhir dilakukan dengan computer.
2.3. Kajian Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah suatu ilmu dan teknik untuk memperoleh data dan informasi tentang obyek dan gejala menggunakan alat tanpa kontak langsung denga obyek yang dikaji. (Hartono, 2004). Dalam penginderaan jauh terdapat interpretasi data baik itu berupa citra atau foto udara. Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut.
Data pengindaran jauh berupa data digital dan data visual (manual). Dalam Interpretasi citra dilakukan melalui 6 tahap yaitu :
1. Deteksi adalah penyadapan data secara selektif atas objek dan elemen dari citra.
2. Indentifikasi adalah proses penemukenali objek yang akan dikaji.
3. Proses analisis atau pemisahan dengan penarikan garis batas kelompok objek atau elemen yang memiliki kesamaan wujud.
4. Deduksi yaitu proses yang sangat rumit yang dilakukan berdasarkan asas Konvergensi Bukti yaitu penggunaan bukti-bukti yang masing-masing saling mengarah ke satu titik simpul
5. Klasifikasi yaitu dilakukan untuk menyusun objek dan elemen ke dalam sistem yang teratur
6. Idealisasi yaitu : penggambaran hasil interpretasi tersebut.
Analisis Citra terdiri dari :
􀂙 Memisahakn dan mendeteksi melalui rona dan warna setelah itu mendelesiasi.
􀂙 Mengklasifikasi melalui kelompok rona dan warna.
Interpretasi Citra terdiri dari kegiatan
􀂙 Mengenali hubungan Spasial melalui :Ukuran, Bentuk, Tekstur, dan Pola.
􀂙 Menemukan Pola melalui : BentukLahan, Kultural, Aliran, Penggunaan Lahan, Penutup lahan.
Dalam interpretasi citra harus memahami 9 unsur/ kunci interprtasi diantaranya:
o Rona Atau Warna
􀂃 Rona adalah tingkat kegelapan atau kecerahan obyek pada citra atau tingkatan dari hitam ke putih, sedangkan
• Warna adalah ujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan kombinasi band.
o Bentuk
• Variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek,misal : bersegi, membulat, memanjang,dll
o Ukuran
• Atribut obyek yang antara lain berupa jarak,luas,tinggi,lereng dan volume. Ukuran tergantung pada skala/resolusi, contoh bangunan industri dibanding rumah
o Tekstur
• Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra.Tekstur sering dinyatakan dengan kasar dan halus.
o Pola
• Pola terkait dengan susunan keruangan suatu obyek merupakan ciri yang menandai bagi banyak bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah
o Situs/ lokasi
Situs adalah letak suatu obyek terhadap obyek lain disekitarnya atau letak obyek terhadap bentang darat.
• Mangrove 􀃆 dekat pantai/tepi sungai berair payau,
• Hutan 􀃆 dataran tinggi,
• Sawah 􀃆 dataran rendah.
o Bayangan
• Bayangan terkait dengan obyek yang tidak tampak atau sanar-samar saat pemotretan, karena pengaruh sinar matahari, hal ini berguna untuk identivikasi kapan saat pemotretan dan arah orientasi foto.
o Asosiasi
• Keterkaitan obyek satu dengan obyek lainnya
2.4. Kajian Penggunaan Lahan
Menurut Malingreau dalam Ejasta (1998) mendefinisikan penggunaan lahan sebagai berikut, bahwa penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia baik secara permanen maupun secara siklus terhadap suatu kumpulan sumber daya alam dan sumber daya buatan yang scara keseluruhan disebut lahan dengan tujuan untuk mencapai kebutuhan hidupnya, baik material, spiritual maupun keduanya.
Menurut Sutanto dalam Ejasta (1998), mengemukakan definisi penggunaan lahan yaitu penggunaan lahan merupakan kegiatan manusia terhadap lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ini berarti penggunaan dari gabungan unsur-unsur yang meliputi aspek fisik, ekonomi, etnik, dan sosial.
Selain itu bahwa pengertian penggunaan lahan merupakan bagaimana pengaplikasian metode tertentu dalam pengelolaan lahan dengan penyesuaian kemampuan lahan tersebut. (Ejasta, 1998)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Obyek yang Dapat Diinterpretasi Pada Foto Udara Inframerah Berwarna Semu Skala 1 : 30.000 Pada Daerah Kaldera Beratan Purba Khususnya di Sekitar Danau Buyan dan Tamblingan.
Sebelum dapat melakukan delinasi yang nantinya akan dapat mengukur luas masing-masing obyek yang dideliniasi pada foto udara, ada beberapa persiapan. Adapun beberapa hal yang perlu dipersiapankan yaitu :
1. Meyiapkan Bahan yaitu menyiapakan bahan seperti kertas kalkir, plastik trasparan, spidol, pensil 2B, penggaris, Rapido berserta tintannya, serta sablonnya.
2. Menyiapkan Alat yaitu mengenai alat yang digunakan dalam interpretasi adalah sterioskop cermin, foto udara, dan Planimeter.
Setelah dipersiapkan bahan dan alat tersebut selanjutnya melakukan tahap berikutnya yaitu pada tahap pelaksanaan. Adapun pelaksanaan yang dilakukan adalah sebagi berikut :
􀂾 Melakukan mozaik yaitu suatu rangkaian kegiatan dengan menyambung beberapa foto udara yang dikaji. Dari 2 foto udara yang dipakai dilakukan mozaik dengan mengoverlaykan/menumpang tindihkan kenampakan yang sama pada foto udara yang berbeda sehingga memperoleh gambaran yang utuh.
􀂾 Melakukan Interpretasi
Setelah melakukan mozaik selanjutnya melakukan interpretasi dengan bantuan alat berupa sterioskop cermin. Dengan demikian dapat mempermudah menginterpretasi khususnya hanya sebatas deliniasi terhadap obyek foto udara.
Dari hasil deliniasi tersebut diperoleh beberapa kenampakan obyek. Adapun obyek yang tampak pada foto udara yaitu berjumlah 11 obyek pada lokasi yang berbeda-beda antar lain :
1. Danau Tamblingan
2. Danau Buyan
3. Permukiman
4. Lahan Kosong
5. Hutan
6. Lahan Kosong
7. Hutan
8. Hutan
9. Perkebunan
10. Hutan
11. Lahan Kosong
Dari kenampakan obyek tersebut terdapat beberapa kenampakan yang sama. Karena dalam hal ini hanya dibatasi 5 obyek yang akan dicari ukuran luasnya maka digunakan metode proporsional random sampling. Yaitu memilih secara acak dengan memperhatikan proporsinya sehingga dapat mewakili masing-masing obyek dan tidak ada obyek yang sama. Adapun obyek yang akan dicari luasnya yaitu :
I. Danau Tamblingan (no. 1)
II. Permukiman (no. 3)
III. Lahan Kosong (no. 4)
IV. Hutan (no. 5)
V. Perkebunan (no. 9).
3.2. Luas Masing-masing Obyek dengan Pengukuran Menggunakan Sistem Grid.
Sistem grid merupakan sistem pengukuran luas pada obyek yang dideliniasi dengan mengaris kotak-kotak pada obyek dengan ukuran tertentu. Ukuran yang penulis gunakan sebesar 1cm. Setelah daerah diberi kotak-kotak 1cm, maka mulai menghitung jumlah kotak yang terdapat pada obyek. Ketentuannya yaitu, jika lebih dari setengah, maka dihitung satu kotak. Kemudian kotak-kotak tersebut dijumlahkan dan dikalikan dengan skala foto udara.
Untuk memperoleh luas, maka ada beberapa cara yang dapat digunakan. Salah satu caranya adalah sebagai berikut :
1 kotak = 1 cm, jadi luasnya = panjang x lebar.
Luas kotak = 1cm x 1cm.
= 1cm2
Karena skalanya 1 : 30.000, maka :
1cm di peta = 30.000 cm di lapangan
1cm di peta = 300 m di lapangan
1cm2 di peta = 90000m2 di lapangan
1cm 2 di peta = 900 are
1cm2 di peta = 9 ha di lapangan.
1cm2 di peta = 0,09 Km2 di lapangan.
Jadi dari perhitungan tersebut, dapt diturunkan rumus :
Keterangan :
Lo : luas obyek
Σk : Jumlah kotak dalam obyek
9 ha/ 0,09km2 : luas satu kotak di peta
Lo = Σk x 9 ha.
Lo = Σk x 0,09 Km2.
atau
Dari hasil grid, perolehan kotak masing-masing obyek adalah sebagai berikut :
No
Nama Obyek
Jumlah kotak
Luas (ha) atau (km2)
I
Danau Tamblingan
19
171 atau 1,71 km2
II
Permukiman
29
261atau 2,61 km2
III
Lahan Kosong
7
69 atau 0,69 km2
IV
Hutan
111
999 atau 9,99 km2
V
Perkebunan
95
855 atau 8,55 km2
Penjelasan tabel :
I. Danau Tamblingan
Danau Tamblingan merupakan salah satu danau yang tampak pada foto udara dan hasil deliniasi, selain Danau Buyan. Obyek Danau Tamblingan setelah diberi kotak-kotak, berjumlah 19 kotak. Karena 1 kotak di peta sama dengan 1cm2 , maka
dilapangan luasnya untuk 1 kotak sama dengan 9 ha. Jadi luas keseluruhannya adalah 19 kotak dikalikan 9 ha yang hasilnya sama dengan 171 ha atau 1,71 km2
.
II. Permukiman
Setelah dideliniasi terdapat satu kawasan permukiman yang mengelompok pada sisi timur Danau Buyan. Pola mengelompok ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor relif yang relatif landai. Jika dilihat dari bentuklahannya, dareah permukiman ini adalah bentuklahan bentukan asal fluvial. Dari bentuk lahan ini, dapat dianalisis bahwa daerah ini memiliki tanah yang subur sehingga memudahkan aktivitas nmasyarakat untuk bercocok tanam.
Selain itu juga, permukiman ini juga dipengaruhi oleh adanya jalur transfortasi berupa jalan. Hal ini juga akan memudahkan dalam mobilitas penduduk.
Dari hasil sisitem gird, diperoleh jumlah kotak sebanyak 29 kotak. Dengan menggunakan rumus yang sudah ditetapkan, maka diperoleh hasil berupa luas daerah permukiman yaitu 261 ha atau 2,61 km2
III. Lahan Kosong
Lahan kosong dapat dilihat pada foto udara yaitu dipinggir-pinggir danau yaitu tepatnya disebelah selatan Danau Buyan dan Danau Tamblingan. Dalam kajian ini yang akan dikaji yaitu mengenai lahan kosong yang ada di sisi selatan Danau Tamblingan. Terjadinya lahan kosong di sini yaitu diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu diantaranya disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Yang disebabkan oleh faktor alam yaitu terjadinya penyusutan air danau sehingga terbentuk lahan baru. Sedangkan yang disebabkan oleh faktor manusia karena masyarakat disana tidak memanfaatkan lahan tersebut. Hal ini karena lahan yang terbentuk akibat dari penurunan air danau tanahnya berpasir. Sehingga sulit untuk dimanfaatkan. Dari hasil grid jumlah kotak yang dapat dihitung yaitu sebanyak 7 kotak. Dari hasil kali antara jumlah kotak dengan luas kotak di lapangan. Hasil yang diperoleh adalah 69 ha atau 0,69 km2.
IV. Hutan
Hutan merupakan lahan yang masih alami di kaldera ini. Lokasi hutan ini berada pada bagian bentuklahan bentukan asal proses Denudasional. Dalam kajian ini, yang akan dicari luas obyeknya adalah hutan yang ada disebelah barat lahan kosong di Tanau Tamblingan. Dari hasil grid diperoleh jumlah kotak sebanyak 111 kotak. Setelah dikalikan dengan luas satu kotak di lapangan diperoleh hasil yaitu 999 ha atau 9,99 km2. dalam interpretasi terdapat beberapa obyek hutan, pada masing-masing bentuklahan dengan kemiringan lereng yang berbeda.
V. Perkebunan
Obyek perkebunan dapat identifikasi pada daerah lereng tengah kaldera Beratan Purba. Perkebunan di sisi berupa kebun campuran. Jika dilihat dari luasnya, perkebunan ini memiliki daerah yang sangat luas. Setelah dihitung jumlah kotaknya diperoleh jumlah 95 kotak. Setelah dikalikan 9 ha diperoleh luas perkebunan yaitu 855 ha atau 8,55km2.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dari hasil praktikum fotogrametri yaitu sebagai berikut:
4.1.1. Dari hasil interpretasi foto udara inframerah berwarna semu skala 1 : 30.000 di daerah kaldera Beratan Purba yaitu khususnya di sekitar kawasan Danau Buyan dan Danau Tamblingan ada beberapa obyek yang dapat dideliniasi yaitu berupa hutan, permukiman, lahan kosong, danau, dan perkebunan.
4.1.2. Dengan mengetahui obyek-obyek yang akan dihitung luasnya maka dilakukan perhitungan luas pada peta dan dicari luas yang sebenarnya. Untuk mengetahui luas obyek pada peta, dilakukan sistem perhitungan luas sederhana yaitu sistem grid. Setelah diketahui jumlah kotak pada obyek, selanjutnya dikalikan dengan luas kotak di lapangan. Dari hasil perhitungan diperoleh luas masing-masing obyek yaitu sebagai berikut :
I. Danau Tamblingan luasnya 171 ha atau 1,71 km2.
II. Permukiman luasnya yaitu 261 ha atau 2,61 km2
III. Lahan Kosong Luasnya yaitu 69 ha atau 0,69 km2.
IV. Hutan Luasnya yaitu 999 ha atau 9,99 km2
V. Perkebunan luasnya yaitu 855 ha atau km2.
4.2. Saran-saran
􀂙 Dari praktikum yang dilaksanakan diharapkan untuk menyediakan data acuan berupa Peta tematik dan alat perhitungan luas pada peta sehingga hasil dari interpretasi datanya lebih akurat.
􀂙 Setelah menginterpretasi foto udara yang akan dikaji, diharapkan untuk mengobservasi ke daerah yang terkait dengan membandingkan obyek-obyek hasil dari interpretasi di dalam kelas. Sehingga pemahaman terhadap fotogrametri akan lebih mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Dibyosaputro, Suprapto. 1997. geomorfologi Dasar. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Ejasta, IKM. 1998. Kesesuaian Lahan Kering Tanaman Palawija Di Kecamatan Tejakula Kabupaten Tingkat II Buleleng. Singaraja.
Hartono, DEA DESS. 2004. Aplikasi Penginderaan Jauh dan SIG di Bidang Pendidikan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Kiefer dab Lillisand. 1993. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Suharyadi. 1991. Sistem Informasi Geografi. Universitas Gajdah Mada. Yogyakarta.
Sutanto. 1983. Pengetahuan Dasar Fotogrametri. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar